SELAMAT DATANG DI BLOG MEDIA ONLINE SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS UDAYANA

Selasa, 21 Desember 2010

Kebijakan Publik Yang Memberdayakan Anak Muda


         Ada banyak ragam dan jenis kebijakan yang kita sering dengar dan popular di telinga kita sebagai bangsa yang mendengar dan melupakan(amnesia) karena bukan bangsa yang gemar membaca sehingga sering kali berbeda apa yang disampaikan dengan apa yang dilaksanakan. Pemerintah pura-pura tidak ingat dan rakyat memang benar benar dalam keadaan lupa-lupa ingat. Artinya kebijakan pemerintah daerah atau pusat misalnya kebijakan pro rakyat, kebijakan pro-poor, ada gender budgeting, ada partisipatory budgeting yang kita mengenal semenjak reformasi mulai ditabuh tapi apa hendak dikata semua kebijakan dan rencana itu masih mengidap penyakit yang saya sebut “munafik policy” sebab terdapat kesenjangan yang luar biasa antara tulisan dan perbuatan, antara perkataan dan pelaksanaan. Tapi apa mau dikata pula, membincang kebijakan public adalah membincang diri kita dan tentang kita. Jika tidak kita yang membicarakan, merasani, dan mengkritik sampai kapan kita menjadi korban kebijakan? Menjadi obyek pelengkap penderita dari jargon-jargon kampanye calon bupati, gubernur, presiden yang menampakkan diri sebagai para pembela orang miskin dan tertindas.

Setelah mencoba membaca berbagai model kebijakan yang selama ini di berbagai daerah ternyata ada satu kesimpulan yang cukup menggelisahkan bahwa penulis benar-benar belum menemukan kebijakan publik yang mempunyai arah dan orientasi yang jelas bagaimana kebijakan dan program serta anggaran pemerintah dialokasikan untuk mempersiapkan calon pemimpin daerah, generasi yang akan datang untuk memperbaiki keadaan yang bernama ana-anak dan pemuda. Oleh karena itu penulis coba memberikan deskripsi bagaimana kebijakan pro-anak, pelajar, dan remaja didesain dan apa orientasi yang termaktub didalamnya. Hal ini penting sekali difikirkan, karena apa? Setidaknya ada tiga hal penting mengapa kebijakan pro anak dan pemuda ini harus disiapkan semenjak dini.

Pertama, mereka (anak dan pemuda) adalah aset termahal, calon pemimpin daerah dan bahkan calon pemimpin bangsa. Jika tidak digodog sejak sekarang maka akan menjadi kader bangsa yang sekualitas dengan mie instan yang kata soekarno hanya bermental tempe atau kata Amien Rais hanya bermental inlander yang memandang diri, daerah, dan bangsanya lebih rendah dari bangsa lain. Mentalitas harus dibentuk, karakter kepemimpinan yang kuat bisa diciptakan dengan bekal kedisiplinan dan tentu dengan support dari pemerintah setempat yang merupakan sumber penganggaran. Sudah saatnya ada alokasi untuk melakukan empowering anak-anak dan pemuda terutama dari kalangan keluarga miskin yang seringkali sulit meraih pendidikan dan menaikkan taraf hidup keluarganya.
Kedua, mereka (anak dan pemuda) membutuhkan support yang besar. Jika kita ingin menghasilkan pemimpin pemuda yang handal tentu dengan kerja keras. Banyak pula potensi anak dan pemuda dari keluarga miskin yang perlu di upgrade agar kemampuan kepemimpinan lebih mantab, tidak minder dan percaya diri. Seandainya 10 persen anggaran pemerintah untuk mendirikan sekolah calon pemimpin di daerah untuk anak-anak muda baik yang miskin atau susah diberikan kesempatan untuk bermimpi menjadi pemimpin yang bernurani dan lebih memahami bagaimana memperjuangkan komunitasnya yang miskin dan termiskinkan tersebut. Inilah yang disebut dengan pemberdayaan dan penguatan kapasitas masyarakat melalui upaya meningkatkan skill kepemimpinan di kalangan anak muda. Selama ini betapa memprihatinkan bahwa anak-anak dan pemuda tidak pernah dilibatkan dalam membuat kebijakan publik baik di level pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan dan RT atau RW. Anak muda dianggap bukanlah sesuatu yang penting di setiap lini kehidupan terlebih di daerah-daerah yang mengalami gerontokrasi, kepemimpinan orang tua yang tidak produktif dan tidak kreatif. Tapi pemuda tidak mampu berbuat banyak karena kelemahan di sana-sini, terutama masalah ekonomi keluarga yang tidak pernah hengkang dari garis kemiskinan.

Ketiga, Jika mereka (anak dan pemuda) kuat, maka daerah dan bangsa juga akan kuat. Memang ironisnya, seringkali anak muda tidak dianggap, diremehkan dan bahkan masa depannya dirampas oleh generasi tua yang merasa benar dan mau menang sendiri. Ini sangat berbahaya apabila terlambat disadari bahwa upaya memperkuat pemerintah terus dilakukan dengan anggaran yang besarnya selangit, upaya pemberantasan korupsi dan teroris begitu menggemparkan dunia ‘persilatan’. Tapi adakah upaya melatih anak dan pemuda menjadi manusia yang berkarakter, bermental kuat dan tidak inlander? Sangat sedikit sekali. Ibaratnya, bangsa ini membangun rumah, diperkuat atapnya sampai setebal dan seberat bumi tapi tanpa fondasi yang kuat sebab penulis berpendapat fondasi yang sebenarnya adalah anak-anak dan pemuda yang kini masa depannya “dikebiri” dan mimpinya terus saja dirampas. Penggundulan hutan, perusakan ekosistem, korupsi, dan pembangunan yang kapitalistik adalah menifestasi perampasan masa depan anak dan pemuda. Dan sekaligus ini memberikan kesimpulan yang kuat bahwa kebijakan pemerintah sangat pragmatis, tidak visioner, tidak memikirkan anak cucu yang akan datang.

Dzar Al Banna
Sastra Indonesia, Universitas Udayana

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.