SELAMAT DATANG DI BLOG MEDIA ONLINE SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS UDAYANA

Sabtu, 25 Desember 2010

Kado Natal 25 Desember




Rumah itu terletak di sudut kota. Kota kecil yang setiap bulan Desember selalu  diramaikan oleh kesibukan warga menyambut pesta natal. Agi dan kedua orang adiknya Wedi dan Era pagi itu masih meringkuk di dalam selimut. “hari ini sepertinya akan turun hujan” kata Agi menengok keluar lewat jendela. Agi dengan usianya 12 tahun telah menjadi harapan dan tumpuan adik-adiknya. Ibunya meninggal saat melahirkan si bungsu Era. Sejak saat itu mereka tinggal berempat dengan ayah. Selain mengurus mereka bertiga, ayah juga harus mencari nafkah dengan membajak sawah orang. Hasil bajakan sawah tersebut tidak seberapa jika dihitung dengan kebutuhan mereka hingga akhirnya Agi pun tidak dapat bersekolah karena tak ada biaya yang cukup, dia hanya menemani adik-adiknya di rumah.
Sudah jatuh, tertimpah tangga pula. Duka kembali menimpah Agi dan adik-adiknya saat sang ayah tercinta meninggal disambar petir pada saat membajak sawah. Sejak saat itu Agi bekerja menyuci pakaian di rumah tetangga demi menghidupi kedua orang adiknya.
Pagi itu mereka membereskan rumah. Rumah papan yang berukuran 6x4 meter, beratapkan seng yang telah bocor, dan kamar mini untuk istirahat. Sungguh sederhana. Era si kecil berusia empat tahun itu hanya mampu memungut dedaunan dan sampah plastik bekas bungkus lauk mereka di sekitar rumah. Sedangkan Agi dan Wedi menyapu dan mengatur prabot-prabot yang berantakan. “kakak, ga kerja hari ini?” Tanya Wedi sambil melipat selimutnya. “Ga…”jawabnya singkat. Hari itu Agi memang tidak diminta untuk menyuci di rumah pak Edo pengusaha kaya di kota itu.
“Hari ini kita makan apa kak?” Tanya Era sambil memegang perutnya dengan wajah penuh belas kasihan. Mendengar itu, hati Agi begitu sedih..  “Nanti kakak carikan tahu penyet ya, kamu sudah lelah sekali..” senyum Agi sambil merogoh saku celana pendeknya yang sudah usang itu dan melihat sisa duit lima ribu rupiah di kantongnya. “apa cukup ya, tempe penyet lima ribu rupiah untuk makan hari ini?” tanyanya dalam hati. Dalam sehari nasi putih dan lauk tempe penyet telah mengenyangkan mereka.  Sangat sederhana, tetapi mereka bisa lewati itu.
Keesokan harinya, Agi diminta oleh pak Edo untuk menyuci di rumahnya. Pagi itu dia tidak hanya diminta untuk menyuci, dia juga membantu membereskan rumah dan ikut membungkuskan kado natal.  Pda saat membungkus kado, Agi teringat kata-kata Wedi semalam sebelum tidur “bagaimana ya kak rasanya jika hari Natal dapat kado natal dari St.Klaus? si Era pun menjawab dengan entengnya “aku lebih senang kalau bapak memasak sup ceker ayam sebagai kado natal, aku kangen sama bapak” Agi pun tak kuasa menahan tangis, dirangkulnya kedua adiknya itu dan mencoba untuk berjanji natal besok dia akan membuat sup ceker ayam. Malam itu mereka terlarut dalam isak tangis pilu.
“Semuanya Sudah selesai dibungkus?” Agi dikagetkan dengan pertanyaan Rai anak pak Edo. “Oh ia…maaf Rai ini belum selesai semua, sebentar lagi selesai kok” jawab Agi tak mampu menyembunyikan rasa kagetnya. “Ya, makanya jangan banyak ngelamun dong, secepatnya ya biar saya bisa susun kadonya di dekat pohon natal” ungkap Rai sambil berlalu meninggalkan Agi. “Ya Tuhan, ternyata saya belum selesai juga membungkus kado-kado ini” batin Agi.
Siang itu Agi tidak dapat mengantar nasi untuk Wedi dan Era. Agi tidak dapat berkonsentrasi membungkus kado-kado itu. Dia mencemaskan keadaan keadua orang adiknya itu di rumah. Setelah semua kado selesai dibungkus Agi pun pamit pulang. namun ternyata pak Edo ke bandara menjemput saudaranya. Pak Edo menitipkan upah Agi di Rai. Betapa sedih hati Agi saat melihat bahwa upah untuk hari itu tak berbeda dengan upah pada hari-hari sebelumnya. “bagaimana saya bisa membuat sup ceker ayam kado natal untuk kedua adikku? Uang ini hanya cukup untuk membeli tempe penyet dan beras sekilo gram, ya Tuhan, saya sudah terlanjur berjanji kepada mereka”. Tanyanya dalam hati.
Dengan langkah gontai, Agi pun pulang ke rumah. Langkahnya berhenti saat melihat kerumunan orang banyak menyaksikan kejadian tabrak. “Ada apa di sana bu?” tanyanya kepada seorang ibu yang kebetulan lewat. “Itu nak, ada seorang anak kecil tertabrak mobil  saat nyebrang tadi” jawab ibu itu. Agi tak sempat mengucap terimakasih kepada ibu itu, dia pun langsung lari menuju kerumunan tersebut. 
Tangis Agi memecah saat melihat anak kecil yang tertabrak itu ialah Era. Saat itu pula mereka langsung mengantarnya ke rumah sakit. Menurut hasil pemeriksaan dokter Era harus dioperasi karena ada masalah pada otaknya akibat benturan mobil. Agi tak mampu berkata apa-apa, dia merasa bersalah karena tidak bisa menjadi kakak yang baik bagi kedua orang adiknya tercinta.
 Operasi berlangsung pukul 20.00 WITA.  Saat menunggu hasil operasi, pak Rido pemilik mobil menghampiri Agi dan Wedi dan memohon maaf. “Nak, maafkan bapak ya. Bapak tidak dapat menghindari kecelakaan tadi, bapak yang salah, bapak minta maaf ya” tutur bapak itu.  “Tapi adik saya sudah seperti ini pak, darimana saya harus mendapatkan biaya operasi adik saya?  Oh Tuhan… dosa apa lagi yang telah hamba lakukan sampai kami harus menanggung ini semua?” teriak Agi diiringi isak tangisnya. “bapak janji akan menanggung segala administrasi, asalkan adik kamu sembuh ya. Mari kita sama-sama berdoa ya nak..” jawab pak Rido sambil merangkul Agi dan Wedi yang terus tenggelam dalam kesedihan.
Operasi berjalan sukses. Malam itu dokter belum mengijinkan mereka untuk melihat  Era. Malam natal 24 Desember mereka lewatkan di rumah sakit, tak ada kado dari St.Klaus dan sup ceker ayam kesukaan mereka. Kesedihan tambah menyelimuti perasaan Agi karena dia tidak bisa membahagiakan adik-adiknya di hari yang istimewa hari kelahiran sang juru selamat dunia Yesus Kristus.
Keesokan harinya tepat pada tanggal 25 Desember,  Agi, Wedi, bapak beserta istrinya itu sudah diijinkan untuk melihat Era. Agi tak kuasa menahan tangisnya saat melihat Era tersenyum manis melihat kedatangan mereka. “Era maafkan kakak ya, kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi..”isak Agi sambil mengusap wajah Era “Maafkan kakak  juga ya Era..” ucap Wedi. “Walaupun tanpa ayah dan ibu, tanpa kado natal, dan tanpa makan sup ceker ayam kita akan lewati natal ini bersama,..” tangisnya sambil memeluk Wedi dan Era.
“ada kado natalnya” ucap pak Rido. Mereka bertiga melepas rangkulan dan melihat ke ka arah pak Rido itu. “Apa bapak?” ucap mereka bersamaan. “ Mulai hari ini kalian bertiga akan tinggal di rumah saya dan akan kami angkat menjadi anak-anak kami, betul kan ma? “ melirik ke arah istrinya.  “Ya, betul. Kalian juga akan disekolahkan” ucap istrinya sambil tersenyum manis. Agi berdiri menghampiri mereka dan berkata “tapi kan…”  “Tak ada jawaban tetapi, Wedi dan Era mau kan? Tanya pak Rido. “ia kami mau..” jawab mereka serempak.  mereka akhirnya saling berangkulan dan menyampaikan salam selamat natal. Kado natal terindah dalam hidup Agi, Wedi, dan Era.

Ellshi Lisnawati Guntar
24 Desember: 23.50

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.